Testimoni Ibu Linda Bonang

19 May 2018 zhenqi 0 Comments

ZHEN-QI MEREDAM EFEK KEMOTERAPI
3 Agustus 2009 pukul 14:44
Nama : Linda Bonang

Rambut rontok, tekanan darah melonjak, tulang keropos, sesak napas, begitulah gejala slide effect kemoterapi. Walaupun saya sudah menerima penjelasan dengan rinci sebelum menjalaninya, toh ketika gejala itu muncul, saya sangat tertekan . Saya mengalami saat-saat berat ketika menjalani pengobatan kanker payudara ; jatuh bagun meredam efek samping kemoterapi. Sampai suatu saat saya belajar mengolah Zhen-Qi yang diajarkan oleh guru dari China kesehatan saya pulih kembali.

HORMONAL IMBALANCE

Sistem hormon yang tidak seimbang, itulah vonis dokter di General Hospital Singapura. Saya dan suami memang secara rutin melakukan periksaan disana. Saat itu awal tahun 2000, saya mengalami pendarahan seperti menstruasi yang tak henti-henti. Dokter mengatakan system hormonal saya tidak seimbang atau hormonal imbalance. Dengan sekali suntik, pendarahan itu berhenti. Saya juga diberi preparat atau obat progesteron.
Pada tahun 2000 itu juga, saya mulai merasakan kelainan pada payudara kanan, ada benjolan dibagian ujung dekat puting. Namun, karena kesibukan merawat ayah sakit, saya tidak terlalu memperhatikan kelainan tersebut. Saya baru memeriksakan diri kedokter Singapura ketika general check-up rutin pada awal bulan September 2000.
Dokter ahli kandungan (ginekolog )yang memeriksa saya tampak kaget, dia segera mencarikan breast surgeon (ahli bedah kanker payudara). Kemudian diminta berkonsultasi dengan ahli tersebut. Dokter mengatakan dalam payudara saya berkembang sel kanker ganas .
Hari itu juga saya menjalani biopsi, yaitu pengambilan sedikit jaringan untuk pemeriksan lebih lanjut.Pada bagian payudara yang ‘sakit ‘ditusuk sampai empat kali untuk mendapatkan cotoh jaringan sel kankernya, yang kemudian diperiksa dalam laboratorium. Kata dokter hasilnya baru bisa diberikan dua minggu kemudian .Saya pulang ke Jakarta masih dalam keadaan tenang.

SEL KANKER GANAS

Tepat pada hari ke 40 setelah meninggalnya ayah saya (beliau seorang psikiater dan dokter ahli saraf ) , didalam mimpi tergambar dengan jelas ayah datang dan mengatakan ‘itu kanker ganas ,kalau tidak dioperasi akan menyebar kemana-mana’.
Saya tidak cerita kepada siapapun, tetapi pagi itu juga saat sarapan, ada fax masuk dari General Hospital Singapura, yang meminta saya segera kembali karena hasil biopsi saya sudah ada. Saya terkena kanker ganas. Kini saya benar-benar panik. Kanker ganas yang sering saya dengar dialami oleh banyak wanita itu kini berkembanag dalam tubuh saya. Peringatan dokter agar saya segera mengambil tindakan semakin membuat saya tertekan .
Saya sempatkan berkonsultasi dan mmemeriksakan diri kepada dokter ahli kanker di Jakarta, Dokter Tjindarbumi yang berpraktik di RS Darma Nugraha, Rawamangun. Hasilnya tidak berbeda dengan rumah sakit di Singapura.
Mendapatkan kenyataan seperti ini saya merasa tambah terpukul. Walau sebelumnya saya sudah pernah berpikir bahwa setiap wanita berpeluang terkena kanker ganas ini, tetapi kenapa mesti saya….
Sekitar seminggu saya hanya menyesali diri dikamar, hingga saya merasa mentok, ketemu jalan buntu. Saya tidak akan sampai kemana-mana jika hanya mengunci seperti ini.
Suami yang juga ikutan panik kemudian mengajak saya untuk mencari second opinion ke Brussel. Kami mempunyai teman yang bekerja disana, mengidap kanker payudara juga. Teman ini bercerita tentang dokter yang menanganinya, seorang dokter wanita, ginekolog, sekaligus ahli breast surgeon. Pikir saya, dokter tersebut pasti sangat memahami penyakit wanita seperti yang saya alami ini.
Tetapi selama menjalani pemeriksaan disana, saya sangat menderita karena tidak tahan cuaca Brussel dalam musim dingin seperti saat itu. Akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan terapi di Singapura. Atas rekomendasi dokter di Brussel, yaitu ditangani oleh sebuah tim dokter bukan private practioner. Dengan demikian semua keputusan terapi dibuat berdasarkan bahasan banyak ahli, bukan satu orang. Saya menyadari, memang hanya Tuhan yang mampu memberi kesembuhan, saya sangat berharap bisa dipertemukan dengan dokter yang tepat untuk saya.
Sebagaimana yang direkomendasikan dokter di Brussel, kami putuskan memilih NCC (National Cancer Center) Singapore. Saya mendapat dokter ahli bedah senior, Dr Wong Chow Yin.

Dukungan Moral dari orang – orang Sekitar
Saya sangat bersyukur atas dukungan suami dan anak-anak. Mereka tak henti-henti memompa semangat saya. “ Mami harus tetap hidup untuk kami,” demikian kata-kata mereka yang harus menjadi penguat saya. Saya juga sangat berterimakasih mempuyai teman – teman yang sangat peduli.
Pada bulan November 2000, saya menjalani operasi. Selain suami yang sabar, saya sangat terharu dengan support teman – teman (saya aktif di kelompok paduan suara, hobi saya selain menyanyi adalah mengiring saya dengan organ). Pada hari operasi teman – teman berdoa bersama untuk saya.
Suatu hal yang perlu saya ceritakan dalam proses terapi disana, informasinya serba jelas. Tahap demi tahap proses operasi berikut pasca terapi dengan rinci dijelaskan oleh seorang pendamping kepada saya. Sampai – sampai posisi saya di meja operasi , rasa sakit yang mungkin akan muncul efek lain dan sebagainya, semuanya saya pahami.
Saya puas menjalani tahapan terapi karena semuanya sudah bisa saya bayangkan. Sampai detik terakhir sebelum operasi saya masih bisa berkomunikasi dengan dokter, yaitu meyampaikan keinginan saya (yang didukung suami) agar dokter mengambil seluruh payudara saya yang terkena kanker. Walau demikian dokter tetap tidak bisa memberi jaminan bahwa dengan operasi ini saya akan terbebas dari kanker.
Operasi berjalan lancar. Perhatian serta dukungan moral dari orang – orang sekitar sangat besar artinya. Kesabaran suami serta perhatian anak – anak merupakan ‘obat’ mujarab. Walau kanker di dada saya baru 2 cm, tetapi dokter tetap menganjurkan saya menjalani kemoterapi setelah operasi. Dokter menjadwalkan 6 kali kemoterapi, yang dimulai pada januarai 2001
Pada saat kemoterapi pertama badan saya hanya lemas saja. Pada kemo – kemo berikutnya, semua efek sampingan kemoterapi yang pernah saya dengar, mulai saya rasakan .
Saya sudah membayangkan bahwa rambut saya bakal rontok, namun tatkala melihat bantal penuh rambut saat bangun pagi-pagi, begitu juga saat keramas, seolah rambut di kepala terlepas semua. Saya menangis karena shock. Obat kemo yang disuntikkan setiap kali terapi itu ternyata membuat perut saya mual dan sakit. Saya juga muntah. Tulang-tulang ngilu, jari-jari tangan kaku dan sulit digerakkan. Berat badan membumbung drastic. Aneh, biasanya pasien kemoterapi akan kurus mendadak, tetapi saya malah sebaliknya. Perut saya semakin besar dan mengeras, hingga jika dalam posisi berbaring saya tidak bisa melihat kaki karena tertutup perut yang gembung.
Tetapi saya tetap berusaha makan terus. Yang saya pikirkan, saya tidak boleh muntah, saya harus makan, saya harus segera sehat karena keluarga sangat membutuhkan saya. Namun pada kenyataannya sehari-hari tidak semudah itu meredam efek kemo yang memang sangat menyiksa.

Berupaya Pengobatan Alternatif
Betapa pentingnya bisa bergembira. Kegembiraan bagi saya bisa menyulut semangat hidup. Untuk itu saya berusaha tetap bisa berhubungan dengan teman-teman. Saya kemudian bergabung dengan breast cancer supporting group, wadah untuk saling berbagi pengalaman bagi pasien-pasien kanker payudara. Sikap membuka diri, tidak malu mengatakan bahwa diri kita terkena kanker ternyata sangat meringankan penderitaan. Tanpa sadar sikap seperti ini telah membuka jalan mengalirnya berbagai bantuan, misalnya informasi tentang berbagai terapi. Saya dituntut untuk memilih terapi mana yang saya butuhkan.
Saya kemudian mengikuti terapi doa di berbagai tempat. Terus terang setelah mengalami kejadian ini saya jadi rajin berdoa. Perasaan menjadi tenang saat berdekatan dengan-Nya. Suami saya kemudian membuatkan sebuah ruangan doa di rumah, sehingga setiap saat saya bisa berlama-lama berdoa disana.
Atas info dan ajakan teman-teman, saya kemudian bergabung dengan kelompok Yoga. Saya berlatih Yoga dari seorang guru wanita asal India. Saya juga ikut latihan meditasi di kelompok studi Spiritualitas Brahma Kumaris di Jl. Cibulan, Kebayoran Baru. Dari kegiatan meditasi saya merasakan manfaatnya, menjadi lebih sabar dan pasrah.
Saya juga mencoba terapi tusuk jarum untuk meredakan sakit tulang. Saya datang 5 kali kepada Shin She di Jalan Kartini, Jakarta Pusat. Lumayan, untuk sementara bisa menghilangkan rasa sakit di kaki. Tetapi makin hari saya semakin sulit menggerakan tubuh, karena sakit di tulang belakang makin terasa. Jari-jari tangan juga semakin kaku.
Ketika saya check-up ke Singapore, untuk mengurangi sakit tulang ini, dokter menyuntikan obat langsung ke tulang jari-jari tangan. AMPUN… meski sudah dibius rasa sakitnya lama baru hilang. Akhirnya saya menolak untuk disuntik lagi.
Seorang kenalan menyarankan saya berkonsultasi kepada dr. Shelly yang berpraktik di sebuah klinik holistic di Jakarta Selatan. Banyak teman mengatakan “kesaktian” dokter ini yang mendeteksi pasien dengan energi prana. Itu memang terbukti. Tanpa saya ceritakan kondisi kesehatan saya saat itu, Dr. Shelly mengetahui bahwa dalam rahim saya sudah berkembang Myoma sebesar 4cm. Tepat seperti yang dideteksi dokter di Singapura. Myoma ini memang sudah diperkirakan oleh dokter di Singapura. Setelah menjalani operasi, saya memang harus minum obat untuk menekan produksi hormon Estrogen selama 5 tahun. Dari penelitian, efek sampingan dari obat ini memang bisa memicu munculnya Endomidtriosis Cancer namun dokter di Singapura sudah mengantisipasi kemungkinan ini, antara lain saya harus rutin menjalani pemeriksaan pada dokter ahli kandungan. Atas anjuran Dr. Shelly saya juga berhenti dari latihan yoga karena tidak cocok untuk tulang belakang saya. Namun meditasi terus saya lakukan. Hal-hal seperti inilah yang tetap mendorong saya untuk terus berupaya mencari cara membebaskan diri dari sel ganas kanker. Setelah operasi dan menjalani kemoterapi masih terus bermunculan gejala yang lain. Saya selalu berdoa semoga Tuhan membimbing saya kepada arah yang tepat.

BELAJAR MENGOLAH ZHEN-QI
Atas informasi teman juga akhirnya saya bisa bergabung dengan kelas Zhen-Qi Circulation pada akhir November 2004. Yayasan Zhen-Qi Indonesia bekerja sama dengan Prof.dr.Li Shao Bo Zhen-Qi Research Institute menggelar kelas meditasi Zhen-Qi Circulation di Jakarta. Dalam pelatihan selama 16 hari (tidak boleh terputus) saya bersama 80 peserta lain di ajar oleh instruktur Ms. Tan Fu Ling, dari Lanzhou.
Latihan-latihan meditasi yang pernah saya coba sebelumnya ternyata sangat membantu saya untuk berkonsentrasi latihan Zhen-Qi ini. Saya mampu bertahan melakukan meditasi selama 4 jam setiap hari. Sehari-hari dalam latihan tersebut kami diperkenalkan pada system peredaran Zhen-Qi ( energi kehidupan ) dalam tubuh, sekaligus dipandu tahap demi tahap cara menggerakan aliran energi tubuh ini.
Pada hari ke-4 menjalani latihan, saya sudah berhasil menggerakkan aliran Zhen-Qi ( dikenal dalam istilah Dong Goan ), yaitu kondisi tubuh saat tersambungnya meridian Ren bagian depan tubuh, dan meridian Du ( bagian belakang tubuh). Dengan tercapai kondisi ini berarti saluran meridian keseluruhan tubuh saya sudah terbuka. Selanjutnya dengan pengolahan Zhen-Qi secara rutin, peredaran Zhen-Qi akan lancar, dan keadaan ini akan membantu penyembuhan tubuh dari dalam.
Efek meditasi Zhen-Qi memang sangat nyata. Dalam awal-awal latihan saya merasa seluruh tubuh pegal, nyeri dan ngilu ( kata guru ini memang efek sapuan Zhen-Qi pada bagian-bagian tubuh yang sakit), tetapi selanjutnya saya menemukan kenyamanan dalam setiap latihan.
Sakit tulang yang menghambat aktifitas saya sejak kemoterapi mulai menghilang. Begitu juga perut yang membengkak kini mulai menepis dan lunak. Sebelumnya saya sama sekali tidak bisa menekuk lutut, membungkukan punggung, tidak kuat naik tangga karena nafas sesak. Semua gerakan itu kini dengan mudah saya lakukan. Saya kini juga sudah mulai melepaskan diri dari obat darah tinggi yang sejak dulu tidak bisa saya tinggalkan. Memang belum lepas sama sekali, dalam 2 minggu saya hanya minum 3 hari.
Mendapatkan hasil seperti ini dalam waktu yang relative singkat, tentu saja membuat saya semakin kecanduan berlatih Zhen-Qi. Setiap hari dalam setiap latihan saya merasa aliran Zhen-Qi tubuh setapak demi setapak membenahi bagian-bagian yang aus. Saya memang tidak pernah mengharapkan kembalinya kondisi seperti semula, tetapi dengan mengalirkan Zhen-Qi itu mengalir juga kesadaran, bahwa saya semakin bersyukur atas karunia Tuhan yaitu kesehatan.
Akhir Februari 2005 lalu hasil Check-Up di NCC membuat dokter saya sangat terkesan. Hasil pemeriksaan Mamograf payudara saya sangat baik, jaringan bekas kanker di dada sudah “bersih”, begitu juga dengan Myoma ( sebagai efek samping obat ) juga semakin mengecil. Keluhan Back-Pain yang juga menjadi problem utama sudah sama sekali menghilang. Saya pun menceritakan bahwa dalam 3 bulan ini saya berlatih Zhen-Qi Circulation, namun dokter mengatakan belum pernah mendengarnya.
Dengan keadaan seperti sekarang ini tidak ada yang lebih pantas saya lakukan selain semakin bersyukur kepada Tuhan yang telah membimbing saya selama ini untuk dipertemukan dengan orang-orang dan cara terapi yang tepat untuk tubuh saya. (N)